Mungkin tidak banyak orang yang tahu tentang apa yang melatar belakangi
kebijakan politik Soekarno yang dikenal berani frontal dalam menentukan
nasib rakyat Irian Barat melalui Trikora yang kemudian di lanjutkan
dengan Dwikora sebagai upaya Indonesia mendongkel Inggris dari tanah
persekutuan melayu (Malaysia).
Seperti yang kita ketahui, Trikora dan Dwikora adalah perjuangan politik
Indonesia yang di lakukan lewat sebuah konfrontasi total dengan
pengerahan kekuatan militer keperbatasan sebagai jawaban Indonesia atas
kebuntuan politik yang dialaminya. Konfrontasi ini bersifat tertutup
karena sebelumnya Indonesia tidak pernah mengumumkan pengerahan militer
secara terbuka seperti layaknya perang konvensional pada umumnya.
Tidak sedikit dunia Internasional sering di buat tercengang dengan
setiap langkah Indonesia di bawah pimpinan Soekarno dimana dalam
memperjuangkan suatu kebijakan poltik selalu di ikuti dengan pengerahan
militer. Apalagi yang dihadapinya rata – rata adalah Negara yang
tergabung dalam NATO dan SEATO di bawah kendali Amerika Serikat (AS).
Lantas apa yang membuat Soekarno sangat berani membawa Indonesia
berhadapan dengan Negara koalisi yang sudah pasti jauh lebih kuat
daripada Indonesia ?
Keberanian Soekarno membawa Indonesia berhadapan dengan negara – negara
yang tergabung dalam NATO dan SEATO dimana negara adi daya AS memberikan
dukungan penuh patut kita acungi jempol. Namun seperti yang kita
ketahui diatas Soekarno tidak sendiri karena ada Uni Soviet dan
sekutunya yang mendukung penuh aksi tersebut.
Meskipun Indonesia pada tahun 1955 telah tergabung dalam GNB pada
kenyataannya sekitar tahun 1960 Indonesia secara tidak langsung telah
memihak pada salah satu blok. Dari keterlibatan blok timur ini kemudian
berlanjut pada lahirnya konfrontasi kedua yang di kenal Dwikora pada
tahun 1964 – 1966 sesuai dengan deal yang sudah di sepakati antara
Indonesia dan Uni Soviet saat memperjuangkan Irian Barat (Trikora).
Jadi, pada intinya ganyang Malaysia yang digagas oleh Soekarno tidak
murni dari ide sang maestro melainkan juga adanya dorongan pihak lain
dalam hal ini adalah partai komunis Indonesia dan Uni Soviet dengan blok
timurnya yang ingin mengkomuniskan dunia dengan memanfaatkan
“kebuntuan” Indonesia saat menghadapi Belanda di Irian Barat. Hal ini
dapat kita lihat dari dibentuknya 1 Brigade Sukarelawan oleh Soekarno
untuk membantu perjuangan rakyat Kalimantan utara yang komunis menentang
pemerintahan Inggris di persekutuan tanah melayu (Malaysia) serta usaha
Soekarno yang mati – matian melindungi partai komunis di Indonesia. Ini
adalah bukti yang tak terbantahkan dimana perang dingin yang terjadi
antara tahun 1941 – 1991 telah memberikan dampak / pengaruh yang luar
biasa bagi kelangsungan bangsa Indonesia khususnya dalam kebijakan
politik Indonesia yang di kenal keras dan revolusioner.
Di mata penulis Soekarno adalah seorang bapak bangsa yang berjiwa besar
serta seorang nasionalis sejati. Selama penulis membuat tulisan ini,
penulis dapat meraskan seperti apa situasi serta kegundahan seorang
Soekarno pada waktu itu khususnya saat dihadapkan pada pilihan yang amat
sulit ketika memperjuangkan Irian Barat. Di satu sisi, Soekarno harus
mengembalikan Irian Barat ke wilayah Indonesia dalam satu kedaulatan
yang utuh. Namun disisi lain Soekarno dengan terpaksa harus menerima
tawaran Uni Soviet untuk memperkuat partai komunis yang sudah jelas –
jelas pernah berusaha meruntuhkan kekuasaannya melalui pemberontakan
Madiun tahun 1948. Dan yang paling berat adalah membawa Indonesia
berhadapan dengan Negara commontwealth di Malaysia dimana seperti yang
kita ketahui saat itu kondisi Indonesia sedang dalam tidak fit serta
tidak memungkinkan untuk menang namun langkah tersebut harus tetap
diambil sebagai bukti bahwa Indonesia konsisten dengan keputusannya.
Mungkin disinilah tidak semua orang tahu apa yang ada di benak Soekarno
pada waktu itu. Demi memegang teguh komitmen kepada kawan timurnya,
Soekarno secara terbuka membela mati – matian partai komunis meski di
hujat sebagian rakyatnya dan berusaha menyeimbangkannya dengan AD yang
tentu saja adalah musuh bagi partai komunis tersebut, hingga akhirnya
Soekarno tenggelam karena tidak mampu memikul keduanya.
Suatu pilihan yang pahit tapi harus tetap di telan agar Indonesia tetap
berada di atas kejayaannya dan hidup sebagai bangsa yang benar – benar
berdaulat penuh atas wilayahnya.
“Saya yang memperjuangkan Negara kesatuan dari muda sampai tua, kok
sampai pecah persatuan. Kalau harus tenggelam biarlah saya yang
tenggelam” Bung Karno.
0 komentar:
Posting Komentar